Hari itu. Malam terasa sangat dingin hingga menusuk
tulang sumsum. Sejak sore tadi, hujan belum juga kunjung reda, masih setia
menghiasi kota. Aku baru saja selesai makan malam dan kembali masuk kamar sebab
merasa tak enak badan.
Suara jangkrik dan lolongan anjing yang
bersahut-sahutan bagai irama yang mengisi keheningan malam. Apalagi, saat ini
aku tengah sendiri di rumah, semua orang rumah sibuk dengan kegiatan
masing-masing di luar sana. Entah apa yang sedang mereka lakukan. Hal itu,
membuat suasana semakin mencekam.
Setelah berada di kamar, segera aku mengganti pakaian
dengan hanya menggunakan tangtop dan celana sepaha. Lantas, merebahkan tubuh
dan menarik selimut sebatas dada.
Untuk menghilangkan rasa bosan, kuraih benda pipih
yang berada di sebelah kanan bantal dan mulai masuk ke dalam sosial media,
aplikasi biru berlogo ‘F’. Kuusap layar pada benda pipih tersebut, mencari
informasi atau pun hal yang menghibur.
Tak terasa jam di layar HP menunjukkan pukul 23.11
malam. Aku sudah menguap beberapa kali. Padahal, biasanya jam segini mataku
masih segar. Mungkin karena malam ini hujan, jadi suasananya sangat mendukung
untuk segera tidur dan bergemelut di bawah selimut tebal. Kuletakan benda
pintar itu di atas nakas. Kemudian, memeluk guling dan mencari posisi yang
nyaman, lalu memejamkan mata.
Aku terjaga sebab merasa ada hal yang aneh. Masih
memejamkan mata, terasa sebuah tangan mengelus ke dua pipi, tak lama dari itu
tangan tersebut berahli mengelus rambut. Perasaan mulai tak enak sebab aku
tidur seorang diri. Bahkan, elusan itu kini menjalar ke paha dan tengkuk leher
membuatku ingin membuka netra, tetapi tak bisa.
Napas seakan tercekat, keringat dingin mulai
membanjiri tubuh. Padahal, AC tidak dimatikan ditambah di luar sana masih
terdengar gemercik hujan. Perut terasa berat seakan-akan tertimpa beban berat.
Selang beberapa menit kemudian, tetap saja netra masih
sulit terbuka. Aku mengumpat dalam hati. Panik begitu menggerogoti diri, terus
mencoba meronta untuk bangun dan berharap ini adalah mimpi buruk.
“Grrrhhh ....”
Lengan dan tengkuk terasa merinding. Terdengar suara
geraman, entah dari tenggorokanku atau makhluk di hadapanku.
Kuraba paha yang terasa dielus, tak disangka aku
menyentuh sebuah tangan yang terasa ... sangat dingin! Karena tak tahan lagi
aku berteriak sekencang mungkin dan akhirnya netra terbuka.
Dengan napas terengah-engah, aku mencoba menyandarkan
tubuh pada kepala ranjang. Seraya mengatur napas, manik mata liar mencari
sesuatu, tetapi tak ada sesuatu pun yang kutemukan.
Segera aku menatap pada bagian bawah. Ternyata, celana
sepaha yang kupakai sedikit melorot memperlihatkan celana dalam. Tak hanya itu,
ada beberapa ruam merah di bagian paha dan dada ... mungkin juga di sekujur
tubuh, tetapi tidak terasa gatal. Apalagi, ini seperti bukan bekas gigitan
semut, tetapi persis seperti bekas gigitan manusia.
Bukan sekali atau dua kali hal ini terjadi padaku.
Bahkan, sudah beberapa kali. Terkadang, aku seperti tidak tidur sendirian dan
sering sekali seperti ada orang yang memeluk saat tidur.
Kuraih benda pintar tersebut di atas nakas, lalu mulai
mencari aplikasi berlambang 'G' yang selalu mengetahui semua hal itu. Kuusap
layar pada benda pipih tersebut, mulai membaca kata demi kata pada sebuah
artikel tersebut.
Deg!
Tubuhku menegang. Jantung berdetak tak karuan.
Ternyata, setelah membaca sebuah artikel mengenai hal aneh yang terjadi pada
diriku itu adalah pertanda diri ini disukai jin.
Aku menutup mulut tak percaya. "Ini enggak
mungkin!" lirihku.
***
Sinar mentari menerobos masuk melalui celah-celah
jendela. Sejak kejadian semalam, aku tidak bisa memejamkan mata lagi. Kakiku
gemetaran. Detik demi detik aku dibiarkan merasakan ketakutan yang mencekam
dengan jantung berdebar hebat. Tak terhitung lagi air mata yang terjatuh.
Tring ...! Tring ...!
Dering ponsel menggema ke sepenjuru kamar. Perlahan
kuhapus jejak air mata. Kemudian, menatap pada benda pipih tersebut yang
tertera menampilkan nama 'Nana' di layar pipih tersebut.
"Halo, ada apa pagi-pagi gini kamu telepon
aku." Dengan suara serak khas sehabis menangis aku bertanya. Tumben sekali
masih pagi begini dia telepon, tidak seperti biasanya.
"Kamu kenapa? Kamu habis nangis, yah. Kok,
suaranya serak gitu." Bukannya menjawab anak itu malah berbalik tanya.
"A-aku enggak papa, kok, Na," jawabku,
terbata-bata.
"Masa, sih? Cerita dong, kalau ada masalah,
jangan dipendam terus. Siapa tau, aku bisa kasih solusi, 'kan?"
Aku terdiam sejenak. Mencerna semua ucapan yang
dilontarkan Nana. Mungkinkah aku harus menceritakan semua hal ini padanya.
"Cerita aja, Hana. Enggak papa, kok, insya Allah
nanti aku bisa bantu," imbuhnya lagi di seberang sana, berusa meyakinkan aku.
Sebelum menjawab, kuhela napas berat, lalu berkata,
"baiklah, aku akan cerita."
Kuceritakan semua apa yang terjadi padaku semalam dan
beberapa hari belakangan ini. Mulai dari sesuatu yang mengelus-elus tubuh,
merasa tidak tidur sendirian, hingga merasa dipeluk seseorang dan sesuatu yang
menimpa perut. Juga perihal disukai jin, tak luput aku ceritakan.
Dapat kudengar helaan napas berat di seberang sana.
"Kamu tidur suka pakai baju terbuka, yah?" Nana bertanya saat aku telah
menyelesaikan cerita.
"I-iya," jawabku, bingung. Apa hubungannya
baju terbuka dengan hal aneh yang terjadi padaku?
Lagi. Terdengar helaan napas di seberang sana.
Kemudian, Nana menjelaskan perihal sesuatu yang terjadi padaku. Katanya,
genderuwo suka dengan perempuan yang memakai baju terbuka saat tidur. Konon
katanya, genderuwo dipercaya memiliki nafsu cinta yang tinggi. Bahkan, 'dia'
dapat menghamili korbannya. Makhluk itulah yang menemaniku saat tidur, katanya.
Mataku membulat saat telah mendengar penjelasan Nana.
Aku terpaku. Baru kali ini, mendengar ada makhluk gaib yang gemar bercinta
dengan manusia. Bahkan, sampai memiliki anak.
“Kamu udah paham, kan, sekarang? Ini pelajaran buat
kamu. Jangan pakai baju terbuka lagi. Untung belum terlambat, kalau enggak
....” Tanpa
Nana melanjutkan ucapannya pun aku sudah mengerti maksudnya.
“Iya, aku paham, tapi aku enggak nyaman pakai baju
panjang saat tidur,” ucapku lesu.
“Tapi itu demi kebaikan kamu, lho .... Kamu mau dihamilin
sama ‘dia’, hah?” kata dia berusaha menakut-nakuti.
“Enggak!” jawabku cepat.
“Makanya pakai baju panjang kalau tidur.”
Aku mengiyakan ucapannya, lalu mengucapkan terima
kasih dan berjanji tidak akan memakai baju terbuka lagi saat tidur. Meski
merasa tak nyaman memakai baju panjang, tetapi itu demi keselamatanku. Aku
tidak mau ‘dia’ datang lagi, lalu menjamah tubuhku.
Setelah itu, aku mengakhiri obrolan kami. Kemudian,
menghapus jejak air mata, lalu beranjak ke kamar mandi karena ini hari Minggu
aku harus segera ke gereja untuk menjalankan ibadah dan meminta pada Tuhan agar
‘dia’ tak menggangguku lagi.
Selesai.
0 Komentar
Untuk fast respon silahkan langsung menghubungi nomor yang sudah tertera.
Terima kasih.